
Di balik megahnya gedung pencakar langit dan pusat perbelanjaan modern, ada wajah lain kota yang sering terabaikan: permukiman kumuh yang tumbuh di celah-celah kemajuan. Kontras yang tajam ini mengungkap ketimpangan sosial yang tidak bisa disembunyikan oleh cat tembok dan pencahayaan neon.
Ketimpangan yang Mencolok
Pertumbuhan kota-kota besar sering kali hanya menguntungkan sebagian kecil penduduk. Di sisi lain, mereka yang terpinggirkan harus bertahan hidup di lingkungan sempit, tidak sehat, dan minim fasilitas. Ironisnya, lokasi permukiman kumuh ini tak jarang hanya berjarak beberapa meter dari kawasan elite. Ini bukan hanya soal visual, tapi bukti nyata bahwa pembangunan tidak selalu adil.
Mereka yang Tak Terlihat
Para penghuni kawasan kumuh sering kali bekerja di sektor informal: buruh harian, pemulung, pedagang kecil. Tanpa jaminan sosial dan akses pendidikan yang memadai, peluang mereka untuk keluar dari lingkaran kemiskinan sangat terbatas. Sayangnya, kehadiran mereka kerap dianggap mengganggu estetika kota, bukan bagian dari denyut kehidupannya.
Menuju Kota yang Inklusif
Membangun kota yang maju tidak cukup dengan membangun gedung tinggi dan jalan lebar. Keadilan sosial harus menjadi pondasi pembangunan. Program perumahan layak huni, pemberdayaan ekonomi lokal, dan akses pendidikan bagi masyarakat marjinal adalah langkah nyata menuju kota yang lebih manusiawi.