
Melampaui Hiburan: TV Sebagai Ruang Perlawanan
Televisi tak selalu harus jadi alat pelarian. Di balik gelombang tayangan formulaik, ada serial alternatif yang berani bicara soal luka sosial, kekuasaan, ketimpangan, dan kemanusiaan. Serial-serial ini tidak tampil di layar utama, tapi menggugah penonton dengan narasi yang lebih jujur, gelap, dan tak kompromistis.
Berikut beberapa rekomendasi serial dari berbagai negara yang layak jadi amunisi intelektual dan emosional, terutama bagi mereka yang mencari tontonan dengan isi, bukan sekadar sensasi.
1. “It’s a Sin” (UK, 2021)
Sebuah mini-series dari Channel 4 yang menggambarkan krisis AIDS di Inggris tahun 1980-an. Namun lebih dari itu, serial ini adalah kisah tentang pertemanan, stigma, dan kekerasan negara terhadap kelompok rentan. Tayang dengan ritme emosional dan penuh kemarahan yang terpendam.
“Bukan hanya tentang penyakit, tapi tentang siapa yang dilupakan oleh sistem.”
2. “Unorthodox” (Jerman-AS, 2020)
Mengikuti perjalanan seorang perempuan muda yang kabur dari komunitas ultra-Ortodoks Yahudi di Brooklyn menuju kebebasan di Berlin. Serial ini menyelami persoalan identitas, kebebasan tubuh, dan ketundukan pada tradisi, semua dengan naskah yang manusiawi dan reflektif.
3. “Le Temps des Ouvriers / The Time of Workers” (Prancis, 2020)
Sebuah dokuseri yang mengupas sejarah kelas pekerja Eropa, dari revolusi industri hingga era algoritma. Visual arsip dan narasi puitis membuat serial ini menegaskan betapa “buruh” adalah fondasi dunia yang sering dilupakan.
4. “Kalifat” (Swedia, 2020)
Melalui kisah para perempuan muda Muslim yang direkrut ISIS, serial ini menyuarakan konflik ideologis, propaganda digital, dan kemanusiaan yang terjebak dalam perang makna. Bukan glorifikasi terorisme, tapi potret sosiologis tentang pencarian arti dan keadilan.
5. “Derry Girls” (Irlandia Utara, 2018–2022)
Meski dikemas sebagai komedi remaja, serial ini berlatar konflik politik “The Troubles” di Irlandia Utara. Di balik tawa, ia menyelipkan realitas hidup di bawah bayang-bayang militerisme dan absurditas politik sektarian.
6. “Ramy” (AS, 2019–)
Serial ini membongkar identitas diaspora Muslim di AS dengan pendekatan yang jujur, spiritual, dan kacau secara eksistensial. Ramy Hassan sebagai karakter utama mencoba mencari “jalan benar” di dunia yang menertawakan moralitas.
7. “We Are Lady Parts” (UK, 2021)
Kisah girlband punk Muslim di London. Tak hanya menghibur, serial ini menyentil isu representasi, agensi perempuan, stereotip budaya, dan keberanian menulis narasi sendiri. Sebuah bentuk resistensi yang nyaring tapi tak marah.
8. “Invisible City” (Brasil, 2021–)
Menggabungkan mitologi rakyat dengan ekologi urban, serial ini memotret perusakan alam dan perjuangan masyarakat adat di Brasil. Menarik secara visual dan kuat secara pesan.
Serial Sebagai Media Kritik Sosial
Di tengah algoritma yang menyarankan tayangan aman dan seragam, serial-serial di atas justru memaksa penonton berpikir, merasakan, dan bahkan marah. Mereka tidak menyuapi kenyamanan, melainkan menggugat realita yang kadang terlalu sering disangkal.
Serial alternatif bukan sekadar pilihan gaya hidup—ia adalah bentuk konsumsi media yang sadar kelas, sadar gender, sadar identitas, dan sadar sistem.