Kenapa Kita Lebih Percaya Lirik Lagu Daripada Berita?

Di era informasi ini, kita dibombardir dengan berita setiap hari. Tapi anehnya, banyak orang justru merasa lebih percaya pada lirik lagu, puisi rap, atau bahkan bait-bait syair ketimbang laporan jurnalistik atau siaran resmi. Kenapa bisa begitu?

1. Lirik Lagu Datang dari Pengalaman Emosional

Berita sering terasa dingin dan kaku. Bahasa jurnalistik disusun netral dan objektif, tapi justru membuatnya terasa jauh dari realitas emosional kita. Sebaliknya, lirik lagu menyentuh langsung ke perasaan: cinta, marah, kecewa, harapan—hal-hal yang kita alami setiap hari.

Lagu-lagu protes sosial, misalnya, bisa lebih membekas daripada editorial koran. Mereka berbicara tentang ketidakadilan, kemiskinan, atau keresahan, dengan bahasa hati, bukan angka statistik.


2. Kita Capek Dibohongi

Banyak orang merasa kehilangan kepercayaan pada media karena sensasi, kepentingan politik, atau framing sepihak. Ketika berita sering berubah versi atau terlalu “aman”, masyarakat jadi skeptis.

Lirik lagu, walau tak selalu objektif, terasa “jujur”—setidaknya jujur dari sisi si penulisnya. Dan kejujuran itulah yang dicari, bukan sekadar kebenaran formal.


3. Musik Adalah Cermin Sosial

Lirik sering mencerminkan suara kaum yang tak punya mikrofon: anak jalanan, buruh, seniman pinggiran. Mereka tidak muncul di headline, tapi kisah mereka bisa hidup di lagu-lagu.

Musik jadi ruang alternatif untuk menyuarakan realitas yang disangkal media arus utama. Lagu bisa menyuarakan hal yang “dilarang” dikatakan secara terang-terangan.


4. Narasi Personal Lebih Kuat dari Fakta Kaku

Manusia terhubung lewat cerita. Lagu mengandung narasi personal—kisah hidup, pengakuan, luka, perjuangan. Ini lebih mudah diresapi ketimbang berita yang penuh data dan kutipan.

Bahkan kalau lagu itu hiperbolis, kita tetap memaafkan karena tahu itu ekspresi diri. Berita tak mendapat kemewahan itu—sekali salah framing, langsung hilang kepercayaan.


5. Berita Dianggap Punya Agenda, Lagu Tidak

Kita cenderung mencurigai berita: siapa pemilik medianya? Agenda politiknya apa? Tapi saat mendengar lagu, kita cenderung tidak berpikir sejauh itu. Kita fokus pada perasaan, bukan strategi komunikasi.

Padahal, lagu juga bisa membawa ideologi. Tapi karena medianya adalah seni, kita lebih terbuka menerima pesan-pesannya.


Penutup

Percaya pada lagu bukan berarti anti-berita. Tapi ini jadi cerminan betapa krisis kepercayaan pada informasi resmi membuat kita mencari suara yang terasa lebih manusiawi. Mungkin bukan lirik itu yang terlalu jujur—tapi medianya yang terasa lebih hangat dan berani.

  • Related Posts

    Sastra Jalanan Lebih Hidup dari Buku Best Seller

    Di lorong kota, di tembok yang terkelupas, di bawah jembatan, atau di dinding WC umum, sering kali kita menemukan coretan—puisi, prosa, slogan, atau kalimat patah hati. Bagi sebagian orang, itu…

    Lirik Rap Itu Esai Sosial

    Rap bukan sekadar musik cepat dengan rima tajam—ia adalah bentuk ekspresi yang menggugah, lantang, dan penuh makna. Jika ditelaah lebih dalam, lirik-lirik rap sering kali berfungsi seperti esai sosial, menyuarakan…

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    You Missed

    Anak Muda Dijual dalam Bentuk Konten

    Anak Muda Dijual dalam Bentuk Konten

    Gak Semua Damai Itu Baik

    Sunyi Itu Nyaring Kalau Didengerin

    Sunyi Itu Nyaring Kalau Didengerin

    Hukum: Tajam ke Bawah, Tumpul ke Kamera

    Hukum: Tajam ke Bawah, Tumpul ke Kamera

    Tukang Becak Punya Cerita yang Lebih Panjang dari Sinetron

    Tukang Becak Punya Cerita yang Lebih Panjang dari Sinetron

    Sastra Jalanan Lebih Hidup dari Buku Best Seller

    Sastra Jalanan Lebih Hidup dari Buku Best Seller