
Kadang kita merasa ingin meneriakkan isi hati, tapi suara itu hanya bergema dalam diam. Ada banyak hal yang ingin diutarakan—tentang ketidakadilan, ketidaknyamanan, bahkan luka yang terus dipendam. Namun, mulut terkunci. Kenapa?
1. Ketakutan yang Tak Terlihat
Seringkali yang membuat kita diam bukan karena tak tahu apa yang ingin dikatakan, tetapi karena takut akan konsekuensinya. Takut dicap lemah. Takut ditolak. Takut tak didengar. Akhirnya, semua disimpan. Hati menjadi tempat penuh keributan, tapi wajah tetap tenang. Ini bukan ketenangan—ini tekanan.
2. Budaya Diam: Takut Merusak Harmoni
Dalam banyak komunitas atau lingkungan kerja, orang diajarkan untuk “tidak memperkeruh suasana.” Tapi, harmoni semu yang dibentuk dari pembungkaman justru menciptakan luka kolektif. Kita tumbuh dengan anggapan bahwa bicara adalah bentuk pembangkangan, padahal kadang itu justru panggilan kejujuran.
3. Berani Bicara, Tapi dengan Hikmat
Suara yang dibungkam bukan berarti hilang. Suatu hari, bisa meledak dalam bentuk yang tak terkendali. Maka, belajarlah bicara. Tak perlu selalu keras. Tapi perlu jelas, dan berani. Ekspresikan isi hati dengan kasih, dengan tujuan membangun, bukan menghancurkan. Itu bukan kelemahan—itu kekuatan yang jarang dimiliki banyak orang.