Rusun Murah: Kenyataan Pahit di Balik Hunian Terjangkau

Janji Hunian Terjangkau

Pemerintah kerap mengusung program rumah susun sederhana (rusunawa) sebagai solusi krisis perumahan urban. Narasi yang dibangun sederhana: masyarakat berpenghasilan rendah bisa memiliki tempat tinggal layak dengan harga terjangkau.

Namun, janji itu sering kali berbanding terbalik dengan realita di lapangan. Banyak penghuni justru menghadapi tekanan sosial, ketidaknyamanan ruang, dan minimnya fasilitas.

Ruang Hidup yang Sempit dan Renta

Kehidupan di rusun murah diwarnai keterbatasan ruang.

  • Unit sempit membuat satu keluarga harus berbagi ruang tidur, dapur, hingga ruang tamu dalam satu petak yang tak sampai 36 meter persegi.
  • Minim ventilasi dan pencahayaan alami berakibat pada kesehatan penghuni.
  • Fasilitas umum terbatas seperti lift yang sering rusak atau area bermain anak yang nyaris tak terawat.

Alih-alih menjadi hunian layak, banyak rusun hanya menjadi kotak beton berlapis-lapis yang terasa lebih seperti tempat transit ketimbang rumah.

Konflik Sosial yang Tak Terhindarkan

Selain persoalan fisik, rusun murah juga menyimpan tensi sosial.

  1. Persaingan antar penghuni. Dengan latar belakang ekonomi yang mirip, sering muncul gesekan terkait penggunaan fasilitas bersama: parkir, air, hingga saluran listrik.
  2. Stigma sosial. Penghuni rusun kerap dipandang “kelas dua” dibandingkan masyarakat yang tinggal di perumahan tapak.
  3. Kriminalitas kecil. Pencurian, perselisihan antarwarga, hingga konflik antar-kelompok sering muncul akibat kepadatan dan tekanan ekonomi.

Peran Negara yang Setengah Hati

Ironisnya, proyek rusun murah kerap dijadikan simbol keberhasilan pembangunan. Namun, setelah seremoni peresmian selesai, perhatian negara pada keberlanjutan hunian minim.

  • Manajemen pengelolaan lemah. Banyak rusun tidak memiliki badan pengelola yang profesional.
  • Pendanaan terbatas. Perawatan fasilitas rusun sering mengandalkan iuran penghuni yang tidak selalu lancar.
  • Keterasingan sosial. Alih-alih memberdayakan komunitas, penghuni sering dibiarkan beradaptasi sendiri dalam ruang sempit penuh tekanan.

Jalan Keluar: Hunian Layak Bukan Sekadar Slogan

Solusi krisis perumahan tidak bisa berhenti pada pembangunan fisik. Rusun harus dilihat sebagai ruang sosial hidup yang butuh dukungan berkelanjutan.

  • Perencanaan partisipatif. Penghuni perlu dilibatkan dalam desain dan tata kelola rusun.
  • Fasilitas sosial memadai. Taman, ruang komunitas, dan layanan kesehatan harus jadi bagian integral.
  • Kebijakan serius. Hunian layak adalah hak dasar warga, bukan sekadar proyek politik lima tahunan.

Penutup

Rusun murah sering kali hanya jadi ilusi hunian terjangkau. Di balik retorika pembangunan, penghuni menghadapi kenyataan pahit berupa ruang sempit, konflik sosial, dan keterasingan struktural.

Jika negara benar-benar ingin menyelesaikan masalah perumahan, maka rusun tidak cukup dibangun—ia harus dirawat, dikelola, dan dimanusiakan.

Related Posts

Kesehatan Mental di Era Informasi: Beban Data Tiada Henti

Era Informasi: Data Tak Pernah Tidur Kita hidup di masa ketika informasi datang tanpa henti—dari notifikasi smartphone, arus media sosial, berita daring, hingga grup percakapan yang tak pernah sepi. Data…

Kekerasan Verbal di Media Sosial: Dari Dialog ke Serangan

Dari Ruang Diskusi ke Medan Perang Media sosial awalnya digadang sebagai ruang untuk berbagi ide, membangun percakapan, dan memperluas jaringan sosial. Namun, dalam kenyataannya, ruang ini semakin sering menjadi arena…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You Missed

Stimulus Natal: Janji Pemerintah, Harapan Masyarakat

Stimulus Natal: Janji Pemerintah, Harapan Masyarakat

Jurnalisme Jalanan: Menguak Kisah dari Pinggiran Kota

Jurnalisme Jalanan: Menguak Kisah dari Pinggiran Kota

Film Tentang Kesepian di Kota Besar: Suara yang Terbungkam

Film Tentang Kesepian di Kota Besar: Suara yang Terbungkam

Kota Tanpa Tradisi: Kehilangan Rasa Gotong Royong

Kota Tanpa Tradisi: Kehilangan Rasa Gotong Royong

Seni Publik: Antara Dana Negara dan Kemandirian Kreatif

Seni Publik: Antara Dana Negara dan Kemandirian Kreatif

Serial TV yang Mengangkat Isu Sosial dan Perlawanan

Serial TV yang Mengangkat Isu Sosial dan Perlawanan