
Era Informasi: Data Tak Pernah Tidur
Kita hidup di masa ketika informasi datang tanpa henti—dari notifikasi smartphone, arus media sosial, berita daring, hingga grup percakapan yang tak pernah sepi. Data mengalir deras, seolah menuntut otak manusia untuk terus siaga.
Jika dulu kita bicara soal kelangkaan informasi, kini justru sebaliknya: kelimpahan informasi yang sering tak terkendali. Pertanyaannya, apakah manusia siap menanggung beban ini?
Overload Informasi dan Dampak Psikologis
Fenomena information overload atau beban informasi telah lama diperingatkan para psikolog. Saat data datang lebih banyak dari kapasitas otak untuk mengolahnya, maka konsekuensinya jelas:
- Stres kronis – Pikiran dipenuhi notifikasi, berita buruk, hingga gosip digital yang tak perlu.
- Kecemasan meningkat – Informasi berlebihan menciptakan rasa takut ketinggalan (fear of missing out / FOMO).
- Menurunnya fokus – Sulit berkonsentrasi karena otak terbagi antara banyak saluran informasi.
- Kelelahan digital – Terlalu sering menatap layar menimbulkan rasa lelah, baik fisik maupun mental.
- Kesulitan tidur – Paparan data tanpa henti membuat pikiran tak pernah benar-benar beristirahat.
Dalam jangka panjang, kondisi ini bisa berujung pada burnout mental, bahkan depresi.
Data, Algoritma, dan Manipulasi Perhatian
Masalahnya bukan hanya soal kuantitas data, tetapi juga bagaimana algoritma media digital memanipulasi perhatian kita.
- Konten sensasional lebih sering dimunculkan.
- Notifikasi dirancang untuk membuat kita kecanduan.
- Berita buruk lebih cepat viral daripada kabar baik.
Dengan kata lain, kita bukan hanya dibanjiri data, tapi juga diarahkan untuk mengonsumsi informasi yang sering melelahkan dan merusak kestabilan emosi.
Refleksi: Apakah Kita Masih Memiliki Kendali?
Di tengah derasnya arus informasi, manusia harus bertanya pada dirinya sendiri:
Apakah kita masih mengendalikan data, atau justru dikendalikan olehnya?
Refleksi ini penting, karena kesehatan mental tak bisa dipisahkan dari kemampuan kita membatasi dan menyaring informasi. Tanpa kesadaran, otak akan terus dijejali hal-hal yang sebenarnya tidak kita butuhkan.
Menata Kesehatan Mental di Era Informasi
Beberapa langkah sederhana dapat membantu menjaga keseimbangan:
- Digital detox – Menyisihkan waktu tanpa gawai.
- Kurasi informasi – Memilih sumber data yang terpercaya dan relevan.
- Batas waktu layar – Membatasi jam penggunaan media sosial.
- Fokus ke realitas – Mengembalikan energi pada hubungan nyata, bukan sekadar layar.
- Mindfulness – Melatih kesadaran agar tidak terjebak arus data.
Penutup
Era informasi memberi peluang besar, tetapi juga beban psikologis yang nyata. Jika tidak disikapi dengan bijak, banjir data akan berubah menjadi banjir stres.
Kesehatan mental bukan sekadar urusan pribadi, tapi juga tanggung jawab kolektif. Pendidikan digital, kebijakan etis platform, hingga kesadaran individu harus berjalan seiring. Hanya dengan itu, manusia bisa tetap waras di tengah dunia yang terus dipenuhi data tiada henti.