
Privasi Digital: Komoditas yang Diperdagangkan
Di era digital, data pribadi adalah emas baru. Namun, alih-alih dilindungi, data pengguna aplikasi justru sering menjadi komoditas dagangan. Dari aplikasi belanja, media sosial, hingga layanan kesehatan digital, semua berlomba mengumpulkan informasi sebanyak mungkin.
Masalahnya, izin yang diberikan pengguna sering kali bersifat manipulatif. Kotak centang “setuju syarat & ketentuan” biasanya panjang dan sulit dipahami. Di balik itu, ada pasal yang memberi ruang aplikasi untuk menyimpan, memproses, bahkan menjual data ke pihak ketiga.
Modus Penyalahgunaan Data
- Iklan Bertarget yang Manipulatif
Data aktivitas online dipakai untuk menampilkan iklan yang sangat personal. Akibatnya, pengguna terdorong membeli sesuatu yang sebenarnya tidak mereka butuhkan. - Jual-Beli Data ke Pihak Ketiga
Data pribadi—mulai dari nomor telepon, lokasi, hingga preferensi konsumsi—sering berpindah tangan tanpa izin pengguna. - Pengawasan Terselubung
Banyak aplikasi meminta akses ke kamera, mikrofon, atau lokasi, padahal tidak relevan dengan fungsinya. Akses itu sering jadi celah penyadapan dan pengawasan digital. - Profiling untuk Kepentingan Politik
Data pengguna dimanfaatkan untuk menyusun strategi propaganda politik, seperti yang pernah terjadi dalam kasus skandal internasional Cambridge Analytica.
Dampak bagi Pengguna
- Hilangnya kendali atas identitas digital. Pengguna tidak tahu siapa saja yang memegang datanya.
- Risiko keamanan meningkat. Data bocor dapat berujung pada penipuan, pencurian identitas, hingga doxing.
- Ketidakadilan struktural. Masyarakat kelas bawah lebih rentan dieksploitasi karena sering terjebak dalam aplikasi gratis yang sebenarnya “berbayar” dengan data pribadi.
Lemahnya Regulasi dan Pengawasan
Meski ada regulasi perlindungan data pribadi di beberapa negara, implementasinya sering sekadar formalitas. Banyak perusahaan lolos dari jerat hukum karena celah aturan yang luas, sementara lembaga pengawas minim sumber daya untuk mengawasi praktik digital raksasa teknologi.
Di sisi lain, masyarakat sering kali kurang sadar akan nilai data pribadi. Privasi dianggap remeh dibandingkan kenyamanan memakai aplikasi gratis. Akibatnya, kesenjangan informasi dimanfaatkan oleh pihak korporasi.
Menuju Kesadaran Digital
Solusi persoalan ini tidak hanya soal regulasi, tapi juga literasi digital. Pengguna perlu sadar bahwa:
- Tidak ada aplikasi gratis yang benar-benar gratis.
- Data adalah mata uang digital yang nilainya bisa lebih besar dari uang tunai.
- Privasi adalah hak, bukan kemewahan.
Penutup
Data pengguna aplikasi seharusnya menjadi hak privat yang dijaga, bukan komoditas yang diperdagangkan. Namun, praktik di lapangan justru menunjukkan sebaliknya: privasi tergerus, sementara keuntungan menumpuk di perusahaan teknologi.
Saatnya pengguna, regulator, dan masyarakat sipil bersama-sama menuntut transparansi dan perlindungan privasi digital. Jika tidak, kita semua hanya akan menjadi produk dalam pasar data global.