Aplikasi Pintar vs Privasi Tolol

Ledakan Aplikasi, Sunyi Perlindungan Data

Dalam satu dekade terakhir, pemerintah dan lembaga publik berlomba meluncurkan aplikasi digital yang katanya “pintar”—untuk pendidikan, kesehatan, administrasi kependudukan, bahkan laporan warga. Tapi, di balik klaim efisiensi dan modernisasi, ada jurang gelap bernama privasi.

Mayoritas aplikasi ini mengakses kamera, mikrofon, lokasi, dan penyimpanan—bahkan saat tidak sedang digunakan. Tanpa penjelasan rinci. Tanpa peringatan. Tanpa pilihan opt-out.

Izin Sekadar Formalitas, Bukan Persetujuan Sadar

Pernahkah kamu membaca seluruh isi “Syarat & Ketentuan” sebelum klik “Setuju”? Hampir tidak. Dan itulah celah yang dimanfaatkan. Banyak aplikasi publik menyisipkan klausul ambigu tentang pengumpulan data.

“Kami mengumpulkan informasi demi peningkatan layanan.”
Kalimat ini terdengar normal, tapi sebenarnya abstrak dan tanpa batas.

Padahal menurut prinsip perlindungan data global seperti GDPR (yang Indonesia bahkan belum sepenuhnya adopsi), persetujuan harus eksplisit dan spesifik. Bukan generalisasi yang membungkus praktik pengawasan digital.

Siapa yang Mengakses Data Kita?

Yang lebih menyeramkan, sebagian aplikasi tidak hanya menyimpan data pada server lokal pemerintah, tapi melibatkan pihak ketiga—vendor, developer swasta, bahkan penyedia cloud luar negeri. Artinya, data warga berpindah lintas tangan, lintas negara.

Data lokasi, kontak, hingga rekaman suara bisa jadi “aset digital” yang dijual atau dipakai untuk profiling. Kita, warga biasa, tidak tahu siapa yang melihat, menyimpan, atau mengarsipkannya.

Dalih Keamanan, Tapi Tanpa Transparansi

Setiap kali publik memprotes, pejabat menjawab dengan argumen klise: “Data Anda aman,” atau “Kami tidak menggunakannya untuk hal negatif.” Tapi tanpa audit independen, tanpa log akses, itu omong kosong.

Bagaimana kita tahu data tidak bocor kalau sistemnya tak pernah diperiksa terbuka?
Bagaimana kita percaya kalau bahkan kebijakan privasi tak bisa diakses di aplikasi?

Warga Jadi Objek, Bukan Subjek Digital

Alih-alih memberdayakan, aplikasi publik di negeri ini justru sering memperalat warga. Kita diwajibkan unduh, dipaksa isi data pribadi, diminta unggah foto KTP, tapi tak diberi opsi untuk menarik atau menghapus data.

Kita diperlakukan seperti pengguna bodoh, bukan pemilik data. Inilah ironi digitalisasi ala birokrasi: canggih di permukaan, otoriter di dalam.

Penutup: Saatnya Cerdas, Bukan Sekadar “Pintar”

Digitalisasi layanan publik seharusnya memberi kendali lebih ke warga. Bukan sebaliknya. Transparansi, keamanan data, dan kontrol pengguna bukan pelengkap—itu pondasi.

Jika kita terus diam, maka sistem akan tetap menganggap privasi sebagai barang murah, dan kita hanya akan jadi statistik—bukan individu dengan hak digital.

Related Posts

Data Pengguna Aplikasi: Hak Privasi yang Tergerus

Privasi Digital: Komoditas yang Diperdagangkan Di era digital, data pribadi adalah emas baru. Namun, alih-alih dilindungi, data pengguna aplikasi justru sering menjadi komoditas dagangan. Dari aplikasi belanja, media sosial, hingga…

E-Learning: Jembatan Pendidikan atau Kesenjangan Baru?

E-Learning: Solusi Modern Pendidikan Kemajuan teknologi menghadirkan e-learning sebagai alternatif pendidikan. Dengan materi digital, ruang kelas virtual, hingga akses tak terbatas pada sumber belajar global, sistem ini dianggap mampu menjembatani…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You Missed

Stimulus Natal: Janji Pemerintah, Harapan Masyarakat

Stimulus Natal: Janji Pemerintah, Harapan Masyarakat

Jurnalisme Jalanan: Menguak Kisah dari Pinggiran Kota

Jurnalisme Jalanan: Menguak Kisah dari Pinggiran Kota

Film Tentang Kesepian di Kota Besar: Suara yang Terbungkam

Film Tentang Kesepian di Kota Besar: Suara yang Terbungkam

Kota Tanpa Tradisi: Kehilangan Rasa Gotong Royong

Kota Tanpa Tradisi: Kehilangan Rasa Gotong Royong

Seni Publik: Antara Dana Negara dan Kemandirian Kreatif

Seni Publik: Antara Dana Negara dan Kemandirian Kreatif

Serial TV yang Mengangkat Isu Sosial dan Perlawanan

Serial TV yang Mengangkat Isu Sosial dan Perlawanan