Mereka Janji Transparansi, Tapi Pakai Tirai

“Transparansi adalah komitmen kami.”
Begitu kata banyak lembaga, institusi, atau bahkan figur publik. Tapi nyatanya, transparansi sering hanya berhenti di pidato atau halaman depan situs web—sementara proses di balik layar tertutup rapat, penuh tirai yang sulit disingkap.


1. Transparansi Bukan Sekadar Publikasi Data

Banyak pihak menganggap sudah transparan hanya karena mereka mengunggah laporan atau data tertentu ke publik. Tapi transparansi sejati bukan soal ‘apa yang dibagikan’, melainkan ‘bagaimana dan mengapa keputusan dibuat’.

Apakah masyarakat bisa memahami konteksnya? Apakah ada akses untuk bertanya? Atau semua hanya terlihat “dibuka”, padahal tidak bisa disentuh?


2. Tirai Bernama Bahasa Teknis dan Jargon

Salah satu tirai halus yang dipakai adalah bahasa. Informasi disampaikan dengan istilah yang terlalu teknis, penuh eufemisme, atau jargon hukum yang sulit dipahami publik awam. Ini adalah bentuk “transparansi pura-pura”—karena terlihat terbuka, tapi tak bisa dipahami.


3. Rapat Tertutup, Keputusan Tiba-Tiba

Seringkali kebijakan diumumkan tanpa proses diskusi publik yang jelas. Rapatnya tertutup, hasilnya diumumkan mendadak, dan ketika diprotes, jawabannya: “Sudah sesuai prosedur.”

Tapi siapa yang tahu prosedurnya kalau akses ke proses itu tidak pernah dibuka?


4. Transparansi Bukan Ancaman, Tapi Kepercayaan

Beberapa pihak justru merasa bahwa terlalu terbuka bisa jadi “berbahaya”. Padahal, keterbukaan bukan bentuk kelemahan. Justru, transparansi yang tulus membangun kepercayaan jangka panjang.

Rakyat, karyawan, atau publik umum bukan musuh. Mereka hanya ingin tahu: apa yang sedang diperjuangkan atas nama mereka?


Kesimpulan:

Transparansi bukan soal membiarkan orang mengintip dari luar, tapi mengajak mereka masuk dan duduk bersama. Kalau janji transparansi hanya dipakai untuk pencitraan, lalu dipagari dengan tirai demi tirai… itu bukan transparansi, itu manipulasi.

Dan publik sekarang makin jeli membedakan antara kaca bening dan tirai tipis yang mengilusi terang.

Related Posts

Data Pengguna Aplikasi: Hak Privasi yang Tergerus

Privasi Digital: Komoditas yang Diperdagangkan Di era digital, data pribadi adalah emas baru. Namun, alih-alih dilindungi, data pengguna aplikasi justru sering menjadi komoditas dagangan. Dari aplikasi belanja, media sosial, hingga…

E-Learning: Jembatan Pendidikan atau Kesenjangan Baru?

E-Learning: Solusi Modern Pendidikan Kemajuan teknologi menghadirkan e-learning sebagai alternatif pendidikan. Dengan materi digital, ruang kelas virtual, hingga akses tak terbatas pada sumber belajar global, sistem ini dianggap mampu menjembatani…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You Missed

Data Pengguna Aplikasi: Hak Privasi yang Tergerus

Data Pengguna Aplikasi: Hak Privasi yang Tergerus

Politik Budaya: Festival dan Panggung Pencitraan

Politik Budaya: Festival dan Panggung Pencitraan

Pahlawan Tanpa Nama: Cerita Para Pejuang Jalanan

Pahlawan Tanpa Nama: Cerita Para Pejuang Jalanan

Dokumenter Lokal: Mengangkat Kisah Rakyat Biasa

Dokumenter Lokal: Mengangkat Kisah Rakyat Biasa

Lirik Lagu Rakyat: Kritik Sosial yang Terselubung

Lirik Lagu Rakyat: Kritik Sosial yang Terselubung

Kesehatan Mental di Era Informasi: Beban Data Tiada Henti

Kesehatan Mental di Era Informasi: Beban Data Tiada Henti