Berisik Tapi Tak Mengganggu Kekuasaan = Hiburan

Di zaman sekarang, suara-suara lantang bisa terdengar dari mana-mana: dari panggung musik, layar kaca, hingga linimasa media sosial. Tapi ada satu benang merah yang kerap mengikat semuanya—semakin bising suatu ekspresi, tapi semakin aman dari efek perubahan struktural, semakin besar kemungkinan ia hanya dianggap sebagai hiburan.

Kita hidup di era di mana “berisik” itu laku. Kritik dibungkus satire, kemarahan dikemas dalam punchline, dan protes disamarkan sebagai seni panggung. Tapi selama itu semua tak mengguncang fondasi kekuasaan atau merobek kenyamanan status quo, maka semuanya akan tetap dibiarkan hidup. Bahkan, kadang dirayakan.

Saat Hiburan Menjadi Katup Pengaman

Dalam dunia sosial-politik, hiburan bisa menjadi katup pengaman. Ia memberi ruang pelampiasan sementara agar masyarakat merasa sudah “didengar”—meski tak pernah benar-benar didengar. Kita bisa tertawa bersama komedian yang menyindir penguasa, lalu kembali bekerja keesokan harinya di sistem yang sama. Tidak ada yang berubah, tapi semua merasa lega. Bukankah itu fungsi hiburan hari ini?

Kritik yang Dilembutkan

Ada kalanya seniman, penulis, atau musisi menyelipkan kritik dalam karya mereka. Tapi selama kritik itu masih aman dikonsumsi, tidak memicu tindakan nyata atau menggoyang pilar kekuasaan, ia akan tetap dianggap bagian dari industri hiburan. Bahkan dijadikan komoditas. Kontroversi dijual, dipasarkan, dan dikapitalisasi. Lalu… lupa.

Apakah Kita Masih Berani Mengganggu?

Pertanyaan pentingnya adalah: apakah kita masih punya ruang untuk ekspresi yang tak hanya berisik, tapi juga mengguncang? Atau kita sudah cukup puas dengan menjadi penonton yang sibuk berkomentar—tanpa pernah turun tangan?


Kesimpulan

Bising tidak selalu berarti menggugat. Dalam banyak kasus, bising adalah alat pengalihan. Hiburan bisa menjadi candu, jika ia membuat kita nyaman dalam ketidakadilan. Maka, mungkin sudah waktunya kita bertanya: suara siapa yang benar-benar mengganggu kekuasaan? Dan suara siapa yang hanya jadi musik latar sistem yang sedang berjalan?

Related Posts

Seni Publik: Antara Dana Negara dan Kemandirian Kreatif

Seni Publik dan Politik Representasi Seni publik—patung di taman kota, mural di dinding, instalasi di jalanan—selalu lebih dari sekadar estetika. Ia adalah simbol representasi: siapa yang berhak bersuara, nilai apa…

Pahlawan Tanpa Nama: Cerita Para Pejuang Jalanan

Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali kita sibuk dengan rutinitas hingga lupa bahwa di sekitar kita ada pahlawan tanpa nama—orang-orang yang bekerja keras di jalanan untuk bertahan hidup dan menghidupi keluarganya.…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You Missed

Stimulus Natal: Janji Pemerintah, Harapan Masyarakat

Stimulus Natal: Janji Pemerintah, Harapan Masyarakat

Jurnalisme Jalanan: Menguak Kisah dari Pinggiran Kota

Jurnalisme Jalanan: Menguak Kisah dari Pinggiran Kota

Film Tentang Kesepian di Kota Besar: Suara yang Terbungkam

Film Tentang Kesepian di Kota Besar: Suara yang Terbungkam

Kota Tanpa Tradisi: Kehilangan Rasa Gotong Royong

Kota Tanpa Tradisi: Kehilangan Rasa Gotong Royong

Seni Publik: Antara Dana Negara dan Kemandirian Kreatif

Seni Publik: Antara Dana Negara dan Kemandirian Kreatif

Serial TV yang Mengangkat Isu Sosial dan Perlawanan

Serial TV yang Mengangkat Isu Sosial dan Perlawanan