Anak Punk yang Lebih Tahu Tentang Negara Daripada Mahasiswa

Di tengah kebisingan jalanan dan penampilan yang sering dicap “tidak berpendidikan”, banyak orang meremehkan anak punk sebagai kelompok yang tak peduli pada negara. Tapi jika kita mau berhenti sejenak dan mendengarkan, bisa jadi mereka tahu lebih banyak tentang realita bangsa ini dibanding mahasiswa yang duduk di kelas ber-AC.

Pendidikan Formal vs Pendidikan Jalanan

Mahasiswa dianggap sebagai kaum intelektual. Mereka punya akses pada teori, buku-buku, dan ruang diskusi. Tapi tak jarang, pengetahuan mereka hanya sebatas materi ujian dan makalah kampus. Di sisi lain, anak punk hidup langsung di tengah ketimpangan sosial: tidur di emperan, makan dari sisa, dan mengalami sendiri kerasnya hidup tanpa jaminan negara.

Mereka tak membaca teori konstitusi—tapi mereka tahu seperti apa rasanya ketika negara abai pada rakyat kecil. Mereka tahu soal korupsi, karena melihatnya nyata: pungli, razia liar, penggusuran sepihak. Pengetahuan ini datang bukan dari jurnal, tapi dari luka dan pengalaman.

Kritik Sosial dalam Musik Punk

Musik punk bukan cuma soal gitar distorsi dan teriakan keras. Lirik-liriknya adalah bentuk perlawanan, kritik sosial yang tajam terhadap sistem yang timpang. Di sana, kita bisa mendengar keluhan soal ketidakadilan, kemunafikan politikus, hingga ketimpangan kelas.

Sementara mahasiswa kadang lebih sibuk dengan organisasi dan perebutan jabatan, anak punk menggunakan panggung jalanan untuk menyuarakan isi hati rakyat yang sebenarnya. Mereka sadar bahwa suara mereka kecil—tapi mereka tetap bersuara.

Siapa yang Lebih Peka?

Bukan soal siapa yang lebih pintar, tapi siapa yang lebih peka dan peduli. Ketika banyak mahasiswa apatis dan mengejar gelar tanpa makna, anak punk justru mempertanyakan hal-hal mendasar: untuk siapa negara ini dibangun? Kenapa hukum berat ke bawah tapi ringan ke atas? Kenapa rakyat selalu disuruh sabar, tapi pejabat hidup mewah?

Di sinilah kita mulai sadar: jangan ukur pengetahuan dari cara berpakaian. Jangan nilai kepedulian dari ijazah.


Kesimpulan

Anak punk mungkin tak punya gelar, tapi mereka punya kepekaan dan kesadaran sosial yang kadang lebih tajam daripada mahasiswa. Negara ini butuh lebih banyak orang yang bukan hanya pintar, tapi juga peduli. Entah itu dari dalam kampus atau dari trotoar jalan.

Related Posts

Jurnalisme Jalanan: Menguak Kisah dari Pinggiran Kota

Suara yang Tak Terdengar di Media Arus Utama Media besar sering menyoroti isu nasional, politik, atau ekonomi makro. Namun, kehidupan sehari-hari masyarakat marginal—dari pinggiran kota hingga lorong-lorong kumuh—sering luput dari…

Komunitas Jalanan: Suara Perlawanan yang Tersisih

Suara dari Pinggir Jalan Di sudut-sudut kota, di tembok kusam, jembatan layang, hingga ruang-ruang publik terlupakan, hidup komunitas jalanan yang terus bersuara. Mereka bukan sekadar pelukis grafiti, musisi jalanan, atau…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You Missed

Stimulus Natal: Janji Pemerintah, Harapan Masyarakat

Stimulus Natal: Janji Pemerintah, Harapan Masyarakat

Jurnalisme Jalanan: Menguak Kisah dari Pinggiran Kota

Jurnalisme Jalanan: Menguak Kisah dari Pinggiran Kota

Film Tentang Kesepian di Kota Besar: Suara yang Terbungkam

Film Tentang Kesepian di Kota Besar: Suara yang Terbungkam

Kota Tanpa Tradisi: Kehilangan Rasa Gotong Royong

Kota Tanpa Tradisi: Kehilangan Rasa Gotong Royong

Seni Publik: Antara Dana Negara dan Kemandirian Kreatif

Seni Publik: Antara Dana Negara dan Kemandirian Kreatif

Serial TV yang Mengangkat Isu Sosial dan Perlawanan

Serial TV yang Mengangkat Isu Sosial dan Perlawanan