
Gedung-gedung tinggi memantulkan cahaya senja, jalan-jalan rapi ditumbuhi pohon hias, mural seni menghiasi dinding kota—semuanya tampak menakjubkan dari kejauhan. Tapi semakin dekat kamu melangkah, semakin terasa bahwa keindahan kota ini hanya topeng tipis dari wajah yang sebenarnya.
🏙️ 1. Estetika yang Menipu
Banyak kota besar berlomba menata wajah luar mereka demi pariwisata atau branding. Namun, di balik taman tematik dan pencahayaan kota yang estetik, sering tersembunyi:
- Krisis perumahan
- Sampah yang tak terkelola
- Warga marginal yang terusir dari ruang publik
Indahnya foto drone di media sosial tak selalu mencerminkan realitas warganya.
💼 2. Infrastruktur untuk Siapa?
Tiap tahun ada proyek baru: flyover, skybridge, taman kota digital. Tapi siapa yang benar-benar menikmatinya?
Ketimpangan makin terasa saat:
- Trotoar halus hanya untuk estetika, bukan untuk difungsikan
- Transportasi publik belum menyentuh wilayah-wilayah dengan kebutuhan tinggi
- Gentrifikasi merampas ruang hidup warga lama
Pembangunan yang tak berpihak bisa terlihat megah tapi menyisakan luka dalam.
🧍 3. Ketimpangan Sosial yang Terus Melebar
Dari jauh kota ini tampak makmur, tapi dari dekat kita temukan:
- Buruh harian yang tak punya jaminan kesehatan
- Anak-anak jalanan yang jadi pemandangan biasa
- Lapak UMKM yang digusur demi “rapi”
Kota ini membanggakan “pertumbuhan”, tapi siapa yang sebenarnya tumbuh?
📢 4. Suara yang Diredam, Data yang Disembunyikan
Masyarakat kritis seringkali dicap pembuat gaduh. Aspirasi warga dikerdilkan, hanya demi menjaga citra kota. Padahal:
- Pelaporan masalah kerap tidak ditindaklanjuti
- Data kemiskinan dan pengangguran dibungkus narasi optimisme
- Forum publik lebih banyak formalitas daripada dialog nyata
⚖️ Kesimpulan
Wajah kota bukan hanya tentang lanskap, tapi tentang keadilan.
Kota yang sehat adalah kota yang tidak cuma cantik dilihat, tapi juga adil dirasakan. Kita butuh ruang yang bukan hanya nyaman untuk dilihat turis, tapi juga aman dan layak untuk hidup warganya.
Jangan kagum pada kota dari kejauhan—lihat siapa yang terpinggirkan di dalamnya.