Gak Semua Damai Itu Baik

Dalam dunia yang haus ketenangan, damai sering dianggap sebagai tujuan utama. Namun, tidak semua “damai” berarti kebaikan. Ada damai yang dihasilkan dari kompromi terhadap nilai, dari memilih diam ketika keadilan dipertaruhkan, atau dari ketakutan untuk menentang yang salah. Damai seperti ini bukanlah damai yang sehat, tapi sebuah penundaan konflik yang dibutuhkan demi perubahan.

Damai yang Berasal dari Ketidakadilan

Terkadang, kita hidup dalam kedamaian yang sebenarnya dibangun di atas ketimpangan. Misalnya, ketenangan di tempat kerja yang tercipta karena karyawan takut bersuara meski ada ketidakadilan, atau harmoni keluarga yang bertahan karena satu pihak selalu mengalah tanpa pernah benar-benar didengar. Ini adalah damai yang semu, yang pada akhirnya akan meledak dalam bentuk ketidakpuasan atau luka yang lebih dalam.

Damai yang Menghindari Konfrontasi

Ada damai yang muncul dari keengganan untuk menghadapi konflik. Padahal, konflik kadang perlu untuk membuka ruang diskusi, memperbaiki relasi, dan menumbuhkan pemahaman. Menghindari pertentangan demi “kedamaian” hanya menumpuk persoalan dan mengikis keberanian moral.

Damai Sejati Bukan tentang Sunyi, tapi tentang Benar

Damai yang benar lahir dari keadilan, kejujuran, dan keberanian. Itu bukan damai yang datang dari menyenangkan semua orang, tapi dari berani berdiri di pihak yang benar, meski harus menimbulkan ketidaknyamanan. Damai sejati adalah hasil dari keberanian untuk berkata: “Ini salah,” walau suara kita satu-satunya yang terdengar.


Kesimpulan:
Jangan buru-buru percaya pada damai yang ditawarkan, apalagi jika itu mengharuskan kita menelan prinsip sendiri. Damai yang baik tak selalu menyenangkan di awal, tapi ia menumbuhkan harapan, keadilan, dan kebenaran dalam jangka panjang.

Related Posts

Rakyat Disuruh Sabar, Elit Gak Pernah Nunggu

Di tengah antrean panjang untuk bantuan, formulir yang tak kunjung diproses, dan kebijakan yang berlarut-larut dampaknya, satu kalimat terus menggema: “Rakyat harus sabar.” Tapi di sisi lain, kita melihat bagaimana…

Intelektual Gak Harus Pake Jas

Gambaran umum tentang seorang intelektual seringkali melekat pada sosok formal: jas rapi, pidato panjang, atau gelar akademik yang segudang. Tapi benarkah menjadi intelektual harus selalu tampil seperti itu? Di zaman…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You Missed

5 Film yang Harusnya Masuk Kurikulum

5 Film yang Harusnya Masuk Kurikulum

Berita Itu Produk. Kebenaran? Tergantung Sponsor

Kita Hidup Dalam Dunia yang Dikurasi Algoritma

Kita Hidup Dalam Dunia yang Dikurasi Algoritma

Rakyat Disuruh Sabar, Elit Gak Pernah Nunggu

Doa Terakhir untuk Negara yang Kelewat Sibuk

Kritik Dilarang, Tapi Janji Bohong Tidak?

Kritik Dilarang, Tapi Janji Bohong Tidak?